}

Senin, 22 September 2014

Packing Carrier yang benar

Bagi para pecinta olahraga kegiatan alam terbuka (KAT), packing  atau menyusun peralatan merupakan sebuah seni tersendiri yang wajib dilakukan saat hendak bepergian baik untuk  perjalanan selama beberapa hari atau perjalanan dalam waktu singkat. Bahkan sering pula dikatakan bahwa cara seseorang dalam melakukan packing merupakan cermin dari karakter pribadinya sendiri. Seni packing ini pada dasarnya bertujuan untuk efisiensi pada peralatan dan perlengkapan yang akan dibawa ketika melakukan sebuah perjalanan.
Pada kesempatan kali ini, saya akan mencoba untuk mengupas sedikit tentang cara melakukan packing yang baik yang telah saya lakukan ketika akan melakukan sebuah perjalanan baik itu dalam melakukan pendakian, ultralight hikingbackpackeran atau hanya sekedar melakukan perjalan dinas untuk pekerjaan.
Packing Tas Carrier
Packing Tas Carrier
Meskipun barang yang akan dibawa cukup banyak pada saat melakukan perjalanan, namun bisa ditampung semuanya ke dalam ransel atau tas carrier serta nyaman dan tidak merepotkan saat dipakai selama perjalanan. Jika cara packing tersebut salah, maka akan menyebabkan ransel tersebut menjadi berat dan tidak seimbang sehingga tentunya akan membahayakan bagi si pemakai. Apalagi jika kita akan melakukan sebuah pendakian gunung yang berada di atas ketinggian lebih dari 2000 mdpl (meter diatas permukaan laut).
Ada empat hal mendasar yang harus di perhatikan dalam seni menyusun barang ke dalam tas carrier sebelum melakukan pendakian, yaitu :
  1. Barang terberat harus berada di bagian paling atas dan yang paling ringan berada di bagian paling bawah dari tas carrier. Hal ini bertujuan agar barang terberat tidak membebani pinggul yang dapat menyebabkan anda susah melangkah sehingga lebih banyak menghabiskan tenaga.Cara packing juga menentukan letak CG (Center of Grafity/ titik berat) ransel. Peletakan beban berat sedekat mungkin dengan punggung akan meminimalis jarak antara CG  tubuh dengan CG ransel. Dengan jarak yang minimum, maka momen yang terjadi ketika berjalan menjadi minimum. Dampaknya, otot-otot yang harus bekerja ekstra adalah otot yang memang biasa dipakai untuk menopang tubuh, seperti pinggang, punggung, dan bahu. Dalam proses pendakian, kaki harus di upayakan lebih bebas bergerak sehingga dapat mempercepat langkah dan juga tidak cepat membuat anda lelah. Perlu juga di perhatikan, penempatan barang-barang yang lebih berat diusahakan untuk lebih mendekati punggung. Hal ini agar beban lebih memberikan dorongan ke depan bukan ke belakang yang dapat menghabiskan tenaga anda untuk menahannya dan juga lebih rentan membuat anda terjungkal ke belakang saat dalam pendakian.
  2. Seimbangkan berat tas carrier antara sisi kiri dan kanannya. Hal ini berguna agar bagian pundak dapat lebih nyaman saat mengangkat ransel. Selain itu pula lebih memudahkan anda dalam menjaga keseimbangan selama pendakian, terutama saat melintasi jalur yang rawan dan berbahaya seperti saat berada di tepi jurang.
  3. Sesuaikan ukuran tas carrier dengan kemampuan kita untuk membawanya. Para pendaki pemula biasanya selalu membawa tas carrier dengan ukuran yang besar untuk sekedar gagah-gagahan pada saat hendak bepergian, padahal hal tersebut sangat fatal akibatnya. Karena dengan fisik yang sudah terkuras sebelum memulai pendakian, tentunya akan memberikan kesulitan ketika kita mulai melakukan perjalanan yang menanjak.
  4. Cari informasi yang terkait dengan gunung atau tempat yang akan kita datangi sehingga kita bisa mengestimasi berapa banyak barang bawaan dan bekal yang harus dibawa. Jangan terlalu memaksakan ingin membawa tas carrier dengan ukuran di atas 50 liter jika kita hendak melakukan perjalanan yang membutuhkan waktu singkat atau ultralight hiking.

Dengan berpegang pada empat hal mendasar di atas, maka kita dapat memulai packing. Berikut tips-tips yang bisa anda lakukan ketika akan memulai packing.
  • Hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat checklist barang-barang sebelum dan sesudah anda packing. Hal ini berguna untuk meminimalisir terjadinya kehilangan barang atau lupa pada saat packing.
Membuat Check List
Membuat Check List
  • Masukkan matras secara melingkar di sisi dalam tas carrier sehingga matras tersebut berfungsi sebagai frame pada tas carrier. Hal ini  juga berguna agar lebih mudah untuk menyusun ataupun mengambil barang di dalam ransel. Selain itu pula dengan memasukkan matras melingkar di sisi dalamnya, bentuk ransel akan lebih tegak dan lebih rapi. Biasanya matras yang melingkar di dalam ransel ini dibungkus pula dengan kantong plastik atau biasa kami sebut trash bag besar seukuran ransel. Hindari untuk meletakkan matras di luar ransel karena kurang efektif, terutama jika melakukan pendakian pada jalur yang memiliki vegetasi lebat karena rentan tersangkut dan membuat matras kotor duluan sebelum digunakan.
Matras
Matras
  • Jadikan barang dalam satu wadah sesuai dengan kegunaannya. Seperti kumpulan alat mandi, pakaian dan beberapa barang lain yang tidak boleh terpisah. Usahakan wadah yang digunakan kedap air sehingga lebih aman dari rembesan air. Untuk pakaian sendiri sebaiknya wadahnya di pisah antara yang bersih dan yang kotor.
  • Selain mempertimbangkan berat barangnya, anda juga harus mempertimbangkan waktu penggunaannya. Barang yang sewaktu-waktu akan digunakan seperti jas hujan, P3K dan cemilan, sebaiknya letakkan di atas atau pada tempat yang mudah di jangkau. Sedangkan barang yang penggunaannya belakangan seperti slepping bag atau selimut dapat ditaruh di bagian paling bawah ransel. Jika masih memungkinkan, anda dapat pula membawa sebuah tas kecil  (wash bag) untuk diisi barang yang sering digunakan tadi.
Wash Bag
Wash Bag
  • Bawalah barang yang memiliki fungsi ganda (multi fungsion) dan sebisa mungkin terbuat dari bahan ringan dan tidak mudah pecah. Seperti misalnya aluminium foil yang bisa menggantikan piring dan jika membawa piring, bawalah yang berbahan plastik atau aluminium. Barang ini bisa dengan mudah kita dapatkan di pasaran, seperti contohnya barang-barang milik TNI.
Tool Multifungsion
Tool Multifungsion
  • Manfaatkan ruang-ruang kosong pada peralatan seperti nesting atau panci sehingga lebih menghemat tempat. Ruang kosong tersebut bisa anda isikan dengan beras, telur ataupun dengan yang lainnya.
  • Selalu sediakan kantong plastik cadangan. Selain berguna untuk mengganti kantong yang rusak, hal ini berguna pula sebagai wadah sampah yang anda hasilkan untuk dibawa turun kembali nantinya.
  • Packinglah semua barang yang anda bawa ke dalam ransel. Hindari meletakkannya di luar ransel karena selain terkesan tidak rapi dan merepotkan saat di perjalanan, hal ini pula akan mengundang tindak pencurian atau kehilangan akibat tercecer di jalan.
Demikianlah cara menyusun barang atau packing di dalam tas ransel  atau carrier merupakan suatu seni tersendiri sehingga dalam prosesnya tergantung pada tingkat keahlian dan selera dari masing-masing individu. Selain itu pula desain ransel yang digunakan juga dapat menjadi salah satu faktor perbedaaan dalam penyusunan barang. Namun meskipun tergantung pada itu semua, penyusunan barang ke dalam ransel ini tetap harus memperhatikan hal-hal mendasar yang sudah di jelaskan di atas yaitu berat, ukuran, informasi dan keseimbangannya.
Semoga dengan melakukan teknik packing yang benar, kita bisa lebih aman dalam melakukan sebuah perjalanan dalam mendaki gunung sehingga perjalanan tersebut akan menjadi lebih nyaman dan menyenangka
Sumber : http://rindutanahbasah.wordpress.com/2014/05/21/seni-packing-tas-carrier-yang-benar/

Cara Membaca KOMPAS

Kompas adalah alat yang berfungsi untuk menunjukkan arah mata angin. Dan bagi para petualang, haruslah mengetahui dengan benar tentang kompas dan kinerjanya. Bahwasannya, dengan mengetahui dan bisa membaca peta dengan arah kompas, maka kemungkinan akan tersesat menjadi semakin kecil. Penting sebenarnya bagi penggiat alam bebas, tetapi banyak yang belum menggunakannya.

Bagian - bagian penting dari Kompas :


1. Dial, adalah permukaan Kompas dimana tertera angka derajat dan huruf mata angin.
2. Visir, adalah lubang dengan kawat halus untuk membidik sasaran.
3. Kaca Pembesar, digunakan untuk melihat derajat Kompas.
4. Jarum Penunjuk adalah alat yang menunjuk Utara Magnet.
5. Tutup Dial dengan dua garis bersudut 45o yang dapat diputar.
6. Alat Penyangkut adalah tempat ibu jari untuk menopang Kompas saat membidik.




Cara Mempergunakan Kompas :

1. Letakkan Kompas di atas permukaan yang datar, setelah jarum Kompas tidak bergerak maka jarum tersebut dan menunjukkan ARAH UTARA MAGNET
2. Bidik sasaran melalui Visir, melalui celah pada, kaca pembesar, setelah itu miringkan kaca pembesar kira - kira bersudut 50o dengan kaca dial.
Kaca pembesar tersebut berfungsi sebagai :
a. Membidik ke arah Visir, membidik sasaran.
b. Mengintai derajat Kompas pada Dial.
3. Apabila Visir diragukan karena kurang jelas terlihat dari kaca pembesar, luruskan garis yang terdapat pada tutup Dial ke arah Visir, searah dengan sasaran bidik agar mudah terlihat melalui kaca pembesar
4. Apabila sasaran bidik 30o maka bidiklah ke arah 30o. Sebelum menuju sasaran, tetapkan terlebih dahulu Titik sasaran sepanjang jalur 30o. Carilah sebuah benda yang menonjol / tinggi diantara benda lain disekitarnya, sebab route ke 30o tidak selalu datar atau kering, kadang-kadang berbencah-bencah. Ditempat itu kita Melambung ( keluar dari route ) dengan tidak kehilangan jalur menuju 30 derajat.
5. Sebelum bergerak ke arah sasaran bidik, perlu ditetapkan terlebih dahulu Sasaran Balik ( Back Azimuth atau Back Reading ) agar kita dapat kembali kepangkalan apabila tersesat dalam perjalanan.
 

Cara melihat Kompas dan membidik sasaran



Rumus Back Azimuth / Back Reading

1. Apabila sasaran kurang dari 180 derajat = ditambah 180 derajat
0 derajat – 180 derajat = X + 180 derajat

2. Apabila sasaran lebih dari 180 derajat = dikurang 180 derajat
 
180 derajat – 360 derajat = X – 180 derajat

Contoh :
 
30 derajat sasaran baliknya adalah 30 derajat + 180 derajat = 210 derajat
240 derajat sasaran baliknya adalah 240 derajat – 180 derajat = 60 derajat


Mata Angin

U = Utara : 0° atau 360°

TL = Timur Laut : 45°
 

T = Timur : 90°
 

TG = Tenggara : 135°
 

S = Selatan : 180°
 

BD = Barat Daya : 225°
 

B = Barat : 270°
 

BL = Barat laut : 315°
 


MENENTUKAN ARAH MATA ANGIN


Menentukan arah mata angin ( Utara Magnet ) dapat dilakukan dengan berbagai cara dengan tanpa menggunakan kompas, antara lain :
1. Makam / kuburan orang Islam.
2. Tempat ibadah ( Masjid / Musholah ).
3. Terbitnya matahari / bulan.
4. Lumut pada pohon. ( sebelah kiri dan kanan batang pohon )
5. Pucuk / ujung daun pada pohon.
6. Silet.
7. dll. 


Cara memakainya

  1. Ambil dan siapkan kompas anda
  2. Tempatkan secara mendatar datar kompas pada telapak tangan Anda, dan letakkan telapak tangan di depan dada Anda.
  3. Arahkan titik arah panah perjalanan ke arah yang Anda ingin ambil.
  4. Putar rumah kompas sampai panah orientasi (di perumahan kompas) sebaris dengan ujung utara dari jarum kompas.
  5. Baca dari dasar yang ditandai di tepi perumahan kompas dan sejalan dengan arah panah perjalanan.
  6. Anda sekarang dapat plot arah yang baru saja anda ambil dasarnya dari pada peta. Lepaskan variasi magnetis lokal (yaitu mengambil dari perbedaan antara utara magnetis dan benar) dengan memutar perumahan kompas. Tempatkan kompas pada peta, memegang kedua horizontal, dan memutar kompas secara keseluruhan untuk berbaris panah orientasi dan garis dengan garis peta Utara. Pindahkan kompas sehingga tepi melewati posisi Anda saat ini dan mempertahankan keselarasan dengan garis Utara peta itu.
  7. Gambar garis melalui posisi Anda saat ini dan di sepanjang tepi kompas '. Jalan Anda dari posisi Anda saat ini akan sepanjang garis sepanjang tepi kompas jika Anda mempertahankan dasar ini.


Untuk "mengikuti bantalan"; yaitu menggunakan kompas untuk berjalan di arah yang benar



  1. Kunci peta horizontal dan tempat kompas pada peta.
  2. Arahkan kompas sehingga tepi melewati posisi Anda saat ini dan posisi dimana titik yang anda tuju.
  3. Putar perumahan kompas sampai panah orientasi dan garis sejajar dengan garis Utara peta.
  4. Ambil peta menjauh. Baca dari bantalan membaca dari perumahan kompas dan menambah nilai lokal variasi magnetis.
  5. Kunci kompas secara horizontal dengan arah panah perjalanan menunjuk jauh dari Anda. Putar untuk menghadapi arah mana garis jarum Utara dengan panah orientasi pada perumahan kompas.
  6. Lihat bawah arah panah perjalanan dan fokus pada sebuah objek di kejauhan bahwa itu menunjuk kepada misalnya pohon, tiang telegraf dll Berjalan menuju objek ini akan membawa Anda ke posisi yang Anda inginkan.
  7. Jika visibilitas terbatas dan Anda tidak dapat melihat obyek yang jauh menggunakan anggota regu Anda. Minta mereka untuk pergi dari Anda dalam arah yang ditunjukkan oleh arah panah perjalanan sebagai Anda tinggal di tempat yang sama. Panggilan keluar untuk memperbaiki arah mereka saat mereka berjalan. Ketika mereka mendekati tepi visibilitas meminta mereka untuk menunggu sampai Anda mengejar ketinggalan.
  8. Ketika Anda mencapai objek yang dipilih atau orang yang Anda mengarahkan membuat bantalan lain dengan mengulangi langkah-langkah.
Sumber : http://rizal-scout-mania.blogspot.com/2013/01/belajar-kompas.html

Gunung Ciremai



Gunung Ciremai termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Gunung ini terletak berjauhan dari gunung tinggi lainnya. Mempunyai ketinggian 3.078 mdpl, merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat. Secara administratif Gunung Ciremai termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah Barat yang beradius 400 m terpotong oleh Kawah Timur yang beradius 600 m. Pada ketinggian sekitar 2.900 mdpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang dinamakan Gowa Walet.

Jalur Pendakian Linggarjati
Untuk menuju puncak Ciremei terdapat 3 jalur yang dapat ditempuh yakni jalur Majalengka, jalur Palutungan dan, jalur Linggarjati. Jalur Linggarjati ( 650 mdpl) merupakan yang paling terjal dan terberat, namun jalur ini merupakan jalur favorit yang dilalui pendaki.
Desa Linggarjati terletak 14 km dari kota Kuningan. Dari pertigaan Linggarjati berjalan kaki  menuju Museum Naskah Linggarjati tempat bersejarah dimana Bung Karno pernah menandatangani perjanjian Linggarjati dengan Belanda. Sementara pos perizinan pendakian terletak tidak terlalu jauh dari museum tersebut.
Sebelum memulai pendakian ada baiknya pendaki menyiapkan bekal terutama air, karena susah sekali memperoleh air selama di perjalanan. Jalur menuju puncak sangat jelas dan banyak tanda-tanda penunjuk jalan, sehingga pendaki pemulapun akan mudah .
Dari pos pendakian, perjalanan akan melintasi jalanan beraspal memasuki kawasan hutan Pinus dan persawahan hingga Pos Mata Air Cibeunar (750 mdpl). Cibeunar merupakan area camp yang cukup aman buat bermalam, karena terdapat sumber air yang cukup melimpah, yang tidak akan ditemui lagi sepanjang perjalanan sampai di puncak. Selepas Cibeunar perjalanan akan melewati perkebunan penduduk hingga memasuki Leuweng Datar (1.200 mdpl). Dari Leuweng Datar pendaki akan melewati pos sebagai tempat istirahat yakni Sigedang dan Pos Kondang Amis. Dua jam kemudian pendaki akan sampai di Pos Kuburan Kuda (1.380 mdpl). Kuburan Kuda merupakan tanah datar yang cukup luas dan cukup teduh sebagai tempat perkemahan. Daerah ini dianggap keramat bagi masyarakat setempat. Setelah Kuburan Kuda, pendaki akan melewati beberapa tempat keramat lagi seperti Ceblokan, Pengalas. Jalanan akan membesar ketika melewati Tanjakan Bin-Bin dan semakin menanjak lagi ketika melewati Tanjakan Seruni (1.750 mdpl). Jalur ini adalah yang terberat dan melelahkan dibanding yang lainnya. Bahkan pendaki akan menemui jalan setapak yang terputus dan setengah memanjat, dan memaksanya berpegangan akar pepohonan untuk mencapai pos selanjutnya. Kemudian akan sampai di Tanjakan Bapatere (1.950 mdpl) dengan jalur tetap menanjak nyaris tanpa bonus sampai di Batu Lingga (2.250 mdpl). Waktu yang diperlukan adalah sekitar 1 jam lebih. Konon, batu ini pernah dijadikan tempat berkotbah wali songo kepada para pengikutnya. Di dekat Batu Lingga terdapat sebuah in memoriam pendaki. Menurut kisah pendaki itu tewas karena sesuatu kejadian yang aneh di batulingga. Tepatnya, pada tahun 1999 dan dari ketiga pendaki, hanya seorang yang selamat. Sedangkan dua lainnya tewas dengan mengeluarkan lendir dari mulutnya. Menurut kepercayaan, blok batu lingga ini di jaga oleh dua makluk halus bernama aki dan nini serentet buntet. Batu Lingga merupakan pos peristirahatan yang berupa tanah datar dan terdapat sebuah batu berukuran besar. Di tengah perjalanan pendaki akan menemui dua pos peristirahatan lagi yakni Kiara Baton dan Sangga Buana. Selanjutnya pendaki baru akan memasuki batas vegetasi, 2 jam berikutnya sampai di  Pos Pangasinan (2.750 mdpl).
Pangasinan merupakan pos terakhir. Menurut sejarah, pada masa pendudukan Jepang, pengasinan merupakan tempat pembuangan tawanan perang. Mungkin karena itu pada malam-malam tertentu, sering terdengar suara jeritan atau derap langkah kaki para serdadu jepang. Dari daerah yang cukup terbuka ini, pendaki dapat menyaksikan bibir kawah yang cukup menakjubkan. Diperlukan waktu satu jam dengan melewati bebatuan cadas dan medan yang tetap menanjak, bahkan harus setengah merayap, untuk sampai di puncak. Untuk menggapai puncak tertinggi  Gunung Ciremai (3.078 mdpl), pendaki  lebih dahulu  melewati puncak tertinggi kedua  – Sunan Mataram (3.058 mdpl) ditandai batu trianggulasi. Dari Tranggulasi Sunan Mataram, untuk mencapai puncak tertinggi Ciremai, pendaki harus mengelilingi kawah hingga bertemu dengan Trianggulasi lagi yang sudah roboh yang biasa dinamai Sunan Cirebon, itulah puncak tertinggi Gunung Ciremai

Jalur Pendakian Via Apuy (Majalengka)
            Jalur pendakian kedua selain Linggarjati adalah apuy. Jalur apuy merupakan jalur terpendek menuju puncak Ciremai. Penaki memulai langkahnya dengan menapaki jalur pendakian yang posisinya berada di sebelah kiri. Jalur ini berupa jalan setapak yang kondisinya masih mendatar, setelah melewati jembatan kayu barulah jalur pendakian mulai menanjak. Vegetasi tumbuhan di sepanjang jalur Pos 1 menuju Pos 2 ini berupa semak belukar dan pohon pinus. 45 menit berjalan kaki, tibalah pendaki di Pos 2 (Pos Arban). Di Pos ini terdapat bangunan yang cukup luas yang dapat digunakan untuk berteduh atau beristirahat, sayangnya kondisi di dalam bangunan tersebut kotor oleh sampah yang mungkin ditinggalkan oleh para pendaki. Dari Pos 2 menuju Pos 3 pendaki mulai memasuki vegetasi hutan yang cukup rapat, terkadang jalan terlihat jelas namun sesekali kabut yang terbawa angin cukup mengurangi jarak pandang. 2-3 jam pendaki akan tiba di Pos III (Tegal Masawa). Jarak dari Pos II menuju Pos III memang yang paling jauh diantara jarak antar pos. Selain itu, jalan yg menanjak dan akar yang tak beraturan cukup membuat lelah para pendaki. Jalur dari Pos III menuju Pos IV relatif sama dengan jalur dari Pos II ke Pos III, yaitu hutan yang cukup rapat oleh pepohonan yang sebagian sudah di tutupi lumut yang berwarna hijau. Setelah berjalan kaki sekitar 1 jam, pendaki akan tiba di Pos IV (Tegal Jamuju). Di pos ini pendaki dapat beristirahat cukup lama karena cukup teduh dan luas. Jalur dari Pos IV menuju Pos V kondisinya agak sedikit terbuka dan tidak terlalu jauh, bahkan di beberapa tempat kita bisa memandang ke arah puncak dan ke arah kaki gunung. Sekitar 30 menit berjalan kaki pendaki akan tiba di Pos V (Sanghyang Rangkah). Pos ini adalah pos yang paling luas dibandingkan dengan pos-pos lainnya, dan bisa dijadikan tempat kemah para pendaki jika sudah merasa sangat lelah. Selepas Pos V jalur yang dilewati mulai terbuka, tumbuhan yang mendominasi adalah semak belukar dan tidak banyak terdapat pohon yang tinggi namun kita dapat menemukan banyak pohon yang tidak berdaun dan sebagian berwarna kehitaman seperti bekas terbakar, selain itu di jalur ini pun kita dapat menemukan pohon eidelwies. Kemudian diujung jalan pendaki akan menjumpai plang pertemuan antara jalur Apuy dengan jalur Palutungan. Dari jalur ini pendaki akan melewati jalur berupa bekas aliran lahar beku dengan kemiringan kurang lebih 450,  dan tak jauh dari itu pendaki akan tiba di Pos VI (Goa Walet). Dari Pos VI, puncak Ciremai semakin terlihat jelas, namun perlu waktu sekitar 45 menit untuk tiba di puncak.

Jalur Pendakian Via Palutungan (Kuningan)
Resort Cigugur adalah dimana pendaki harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan Simaksi (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi) di Kantor Taman Nasional Gunung Ciremai. Rumah-rumah penduduk, suara sapi ternakan warga dan ladang-ladang di kaki Gunung Ciremai, akan menjadi pemandangan pertama para pendaki hingga batas vegetasi hutan. Sekitar satu jam perjalanan pendaki akan tiba di pos pertama yang berada di batas vegetasi. Jalan menuju pos pertama dari kantor Resort Cigugur cukup menanjak dan cukup panjang. Perjalanan dilanjutkan untuk mencapai pos kedua yaitu Cigowong. Cigowong adalah pos terakhir yang memiliki aliran air dikarenakan letaknya yang berada di lembahan. Pendakian Gunung Ciremai menuntut manajemen air yang efisien, karena sulitnya mendapatkan sumber air. Dari pos satu menuju pos Cigowong memakan waktu tempuh kira-kira dua jam berjalan kaki. Medan perjalanan antar pos ini didominasi oleh jalan yang menanjak, menuruni lembahan, dan kembali naik ke punggungan gunung. Kemudian dari Pos Cigowong pendaki menuju Kuta yang berketinggian 1.575 mdpl dan cukup ditempuh dengan waktu sekitar 30 menit-an. Perjalanan pendakian dilanjutkan menuju Pos Pangguyangan Badak yang berada di ketinggian 1.800 mdpl dan selanjutnya menuju Pos Arban. Di pos yang berada di ketinggian 2.050 mdpl ini cukup untuk menampung sekitar 5-6 tenda. Pendaki dapat beristirahat sejenak sebelum bersiap menaiki “tanjakan asoy”. Setelah tanjakan asoy, pendaki akan tiba di Pos Pesanggrahan yang berada di ketinggian 2.200 mdpl, kemudian perjalanan dilanjutkan menuju Pos Sanghyang Ropoh di ketinggian 2.650 mdpl. Jalur pendakian didominasi oleh batuan yang licin dan rawan terpeleset. Jalur pendakian juga cukup sempit dan merupakan bekas aliran lava Gunung Ciremai saat masih aktif. Sekitar satu jam mendaki, tibalah pos sebelum Goa Walet yaitu Simpang Apuy. Simpang Apuy merupakan pertemuan dua jalur pendakian Gunung Ciremai yaitu jalur Palutungan di Kuningan dan jalur Apuy di Majalengka.




Gunung Salak



Gunung Salak merupakan sebuah gunung berapi yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi. Gunung ini memiliki beberapa puncak diantaranya Puncak Salak I (2.211 mdpl) dan Puncak Salak II (2.180 mdpl). Kata salak berasal dari bahasa sangsekerta “salaka” yang berarti perak. Letusan terakhir gunung ini terjadi pada tahun 1938 berupa erupsi freatik yang terjadi di kawah Cikuluwung Putri. Pendakian Gunung Salak dapat melalui beberapa jalur pendakian. Puncak yang sering didaki adalah Puncak I dan II. Puncak Salak I dapat didaki dari arah Cimelati dekat Cicurug, Cidahu Sukabumi atau Kawah Ratu Gunung Bunder. Untuk mendaki gunung ini sebaiknya dilakukan pada pertengahan musim kemarau. Pada musim kemarau jalur pendakian tidak terlalu becek, angin tidak terlalu kencang, dan tidak ada pacet atau lintah. Pendakian gunung salak ini bisa dilakukan lewat empat alternatif rute pendakian yaitu: Rute Pendakian Gunung Salak * Jalur Cidahu (Sukabumi) * Jalur Giri Jaya (Curug Pilung) * Jalur Kutajaya/Cimelati *Jalur Pasir Reungit

Jalur Cidahu (Sukabumi)
Jalur Cidahu, Sukabumi salah satu jalur yang sering dipakai oleh pendaki gunung adalah dari Wana Wisata Cangkuang, Kecamatan Cidahu, kabupaten Sukabumi. Dari Jakarta menuju ke tempat ini dapat menggunakan bus jurusan Sukabumi atau kereta api dari Bogor jurusan Sukabumi kemudian turun di Cicurug. Selanjutnya dari Cicurug sambung dengan mobil angkot jurusan Cidahu. Dari tempat ini ada dua jalur pendakian, yakni jalur lama yang menuju puncak I dan jalur baru yang menuju Kawah Ratu. Wana Wisata Cangkuang sering digunakan menjadi perkemahan dengan pemandangan air terjun yang indah dan sering digunakan pendaki menuju ke Kawah Ratu. Dari jalur ini pula pendaki dapat menuju ke Puncak Salak I. Di pintu masuk Wana Wisata ini terdapat tempat yang nyaman untuk berkemah, juga terdapat banyak warung makanan. Dari jalur ini dapat menuju Kawah Ratu, waktu yang diperlukan adalah sekitar 3-5 jam perjalanan. Sedangkan untuk menuju ke puncak Gunung Salak I diperlukan sekitar 8 jam perjalanan. Dari perkemahan menuju shelter III memiliki jalur awal curam, kemudian lembab dan basah. Pada musim hujan jalur ini merupakan jalur licin dan curam, perjalanan tertolong oleh akar-akar pohon. Pada shelter ini terdapat sungai yang jernih dan terdapat tempat yang cukup luas untuk mendirikan tenda dengan pemandangan hutan tropis yang lebat. Menuju shelter IV, jalur semakin curam. Jalur ini berupa tanah merah. Di beberapa tempat, kamu akan melewati beberapa tempat becek sedalam dengkul kaki. Pada jalur ini juga pendaki akan melewati dua buah sungai yang jernih airnya. Untuk pendakian jalur ini sebaiknya mengambil air jernih di sini karena pada musim kemarau sungai ini menjadi sumber air bersih terakhir. Shelter IV merupakan persimpangan jalan. Untuk menuju ke Kawah Ratu ambil jalan ke kiri, sedangkan untuk menuju ke puncak Gunung Salak ambil jalur ke kanan. Di shelter ini memiliki area yang cukup luas untuk membangun tenda. Dari shelter IV menuju Kawah Ratu diperlukan waktu sekitar 1 jam. Kawah ratu terdiri dari 3 kawah, Kawah Ratu (paling besar), Kawah Paeh (kawah mati), Kawah Hurip (kawah hidup). Kawah Ratu merupakan kawah aktif yang secara berkala mengeluarkan gas berbau belerang. Di tempat ini dilarang mendirikan tenda dan dilarang minum air belerang. Menuju Puncak Gunung Salak dari Shelter III menuju shelter IV akan membutuhkan waktu 1 jam. Perjalanannya akan melintasi akar-akar pohon yang tertutup tanah lunak sehingga kaki bisa terpelosok. Dari tempat ini akan terlihat Kawah Ratu dengan sangat jelas. Setelah melewati sungai kecil dan tempat yang sangat luas, pendaki berbelok ke kanan. Kemudian berjalan ke kiri mengikuti pagar kawat berduri. Jalur ini sangat sempit, sedikit turunan, agak landai, juga curam. Pada sisi kiri dan kanan jalan berupa jurang yang curam dan dalam. Pada jalur ini ditutupi rumput dan pohon. Satu jam melintasi jalur ini pendaki akan melintasi akar-akar pohon dan bebatuan. Jalur shelter V sedikit menurun kemudian kembali menajak tajam. Pendaki akan memanjat tebing batu curam. Menuju shelter VI memerlukan waktu sekitar 1 jam, jalur semakin curam dan sempit sehingga tidak ada waktu untuk beristirahat. Pada shelter VII pendaki perlu waktu sekitar satu jam untuk mendaki punggung gunung yang semakin menanjak. Pada jalur ini pendaki akan banyak melintasi akar pohon sehingga bila angin bertiup pendaki akan ikut bergoyang. Dari sini hanya membutuhkan waktu sepuluh menit untuk menuju puncak Gunung Salak I, jalur ini sudah tidak terlalu curam. Sampailah pada puncak Gunung Salak I, Puncak Gunung ini masih banyak ditumbuhi pohon-pohon besar. Tempatnya sangat luas dan dapat digunakan untuk mendirikan beberapa tenda. Di puncak ini terdapat beberapa makam kuno, diantaranya makam Embah Gunung Salak yang nama aslinya Raden K.H. Moh. Hasan Bin Raden K.H. Bahyudin Braja Kusumah. Tidak jauh dari makam Embah Gunung Salak, terdapat makam kuno yang lain, yakni makam Raden Tubagus Yusup Maulana Bin Syekh Sarif Hidayatullah. Di puncak Gunung Salak I ini juga terdapat sebuah pondok yang sering digunakan oleh para penjiarah untuk menginap.

Jalur Giri Jaya (Curug Pilung)
Jalur Giri Jaya (Curug Pilung) terdapat di Wana Wisata Curug Pilung, Desa Giri Jaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi. Menuju Puncak Gunung Salak dari jalur ini dapat dilalui dengan waktu tempuh 5-8 jam perjalanan. Untuk menuju desa Giri Jaya dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan Ojek dari Cicurug. Atau pendaki dapat berjalan kaki dengan waktu tempuh sekitar 3,5 jam perjalanan. Dari pintu masuk Wana Wisata Curug Pilung dengan berjalan kaki beberapa meter akan telihat Gapura pintu masuk Pasareyan Eyang Santri. Dari sana pendaki dapat berjalan melalui rumah penduduk, kemudian akan sampai kebun-kebun rumah penduduk. Setelah berjalan 15 menit pendaki akan sampai di sebuah pertapaan Eyang Santri, disekitarnya terdapat MCK yang terdapatair bersih di dalamnya. Pendaki harus mengambil air bersih dari sini karena melalu jalur ini hingga mencapai puncak tidak terdapat mata air. Di bawah pertapaan Eyang Santri terdapat air terjun yang indah, namanya air terjun Curug Pilung. Daerah ini juga dapat digunakan untuk berkemah. Dari lokasi pertapaan Eyang Santri pendaki akan melewati jalur yang agak landai, melewati pohon pohon damar. Bila cuaca bagus dari sini dapat terlihat Gunung Gede dan Gunung Pangrango dengan sangat jelas. Lereng-lerengnya banyak ditumbuhi pohon besar dan lebat. Dalam waktu 1 jam perjalanan jalur masih agak landai dan melewati jalan yang sempit dan licin. Sekitar 3-4 jam perjalanan pendaki akan sampai pada sebuah makam Pangeran Santri. Di sekitar makam terdapat mushola dan sebuah pondok. Dari makam ini jalur semakin curam, melawati akar dan tanah. Dari tempat ini masih diperlukan waktu 2 jam perjalanan untuk menuju puncak. Di beberapa tempat harus menaiki batu-batu besar yang licin yang disekitarnya adalah jurang. Selain itu terdapat akar yang tertutup lumut, bila menginjak tanah akan terjeblos ke celah-celah akar. Di daerah ini biasanya terdapat monyet dan berbagai burung. Selanjutnya pendaki akan sampai di pertemuan jalur yang berasal dari Cangkuang, tepatnya di shelter VII. Dari Shelter VII jalur sudah mulai agak landai melewati akar-akar pohon. Sekitar 10 menit kemudian kita akan sampai di puncak Gunung Salak I.

Jalur Kutajaya (Cimelati)
Jalur Kutajaya/ Cimelati adalah jalur pendakian ke puncak Gunung Salak yang paling pendek dan paling cepat, namun di sepanjang jalur pendaki akan sulit menemukan sumber air, sehingga air bersih harus dipersiapkan sejak dari bawah. Untuk menuju Kutajaya dari Bogor pendaki naik mobil ke jurusan Sukabumi turun di Cicurug atau Cimelati. Cicurug adalah kota kecamatan yang masuk ke wilayah kabupaten Sukabumi, segala perlengkapan pendakian harus dipersiapkan di sini. Dari pasar Cicurug yang juga merangkap terminal kita dapat mencarter mobil ke Kutajaya atau naik ojeg. Kendaraan umum hanya ada di pagi hari, itupun dalam jumlah sangat terbatas. Perjalanan dimulai dari desa Kutajaya dengan menyusuri ladang dan kebun pertanian penduduk, karena banyaknya percabangan maka perjalanan sebaiknya dilakukan siang hari, usahakan untuk selalu mengikuti punggung gunung. Bila agak sulit menemukan jalur bisa mengikuti arah ke air terjun. Terdapat tanda-tanda yang jelas pada setiap pos, namun tanda-tanda penunjuk arah menuju puncak sangat jarang. Disepanjang jalur ini tidak ada tempat yang cukup luas dan datar untuk membuka tenda. Di beberapa pos terdapat tempat yang cukup untuk mendirikan 1-2 buah tenda ukuran kecil. Jalur ini jarang dilewati pendaki sehingga kadangkala tertutup rumput dan dedaunan. Setelah melintasi ladang pertanian penduduk, pendaki melintasi hutan yang cukup lebat namun tidak terlalu lembab. Selanjutnya akan dijumpai pertigaan dari Kutajaya, air terjun dan menuju puncak. Berjalan menuju ke arah puncak sekitar beberapa ratus meter akan dijumpai Pos 3. Jalur ini terus menanjak melintasi hutan-hutan yang cukup lebat. Di Pos 4 pendaki akan menemukan percabangan lagi. Di sini terdapat pipa saluran air, jangan mengikuti pipa saluran air, baik yang ke atas (kiri) maupun ke bawah (kanan). Setelah melewati Pos 4 jalur kelihatan cukup jelas dan tidak banyak percabangan lagi. Dengan berjalan menempuh sekitar 1 jam akan sampai di Pos 5. Jalur semakin menanjak melintasi hutan lebat dan kadangkala pendaki harus melintasi akar-akar pohon. Sepanjang jalur Kutajaya ini pemandangan monoton hanya berupa hutan-hutan, namun pendaki kadangkala akan melihat satwa-satwa seperti aneka jenis burung, juga suara-suara monyet, bahkan seringkali rombongan monyet melintasi jalur ini. Untuk menuju Pos 6 diperlukan waktu sekitar 1 jam perjalanan. Di Pos 6 terdapat tanah datar yang cukup untuk mendirikan 1 buah tenda. Masih diperlukan lagi waktu sekitar 1 jam perjalanan untuk menuju puncak Gunung Salak I. Penjalanan melewati jalur ini akan sampai tepat di samping makam Mbah Gunung Salak atau puncak Gunung Salak 1 dengan ketinggian 2.211 mdpl.
Jalur Pasir Reungit Untuk menuju ke Pasir Reungit dari stasiun Bogor naik mobil angkot jurusan Bubulak. Kemudian dari terminal Bubulak disambung dengan mobil jurusan Leuwiliang, turun di simpang Cibatok. Dari Cibatok disambung lagi dengan mobil angkutan pedesaan ke Gunung Picung atau Bumi Perkemahan Gunung Bunder yang berakhir di Pasir Reungit. Untuk menuju puncak gunung Salak I jalur ini merupakan jalur terpanjang karena harus memutar dan melintasi Kawah Ratu. Jalur pendakian dari Pasir Rengit ini untuk menuju ke Kawah Ratu memiliki medan menanjak dan berbatu melewati air terjun. Di rute ini dapat dijumpai dua kawah berukuran kecil, yakni Kawah Monyet dan Kawah Anjing. Pada musim hujan beberapa bagian medannya berubah menjadi saluran air alami. Di sekitar Desa Pasir Reungit terdapat perkemahan dan tiga mata air yakni, Curug Cigamea Satu, Curug Cigamea Dua, dan Curug Seribu, yang dapat disinggahi sebelum ke Kawah Ratu. Curug Cigamea ini tingginya kurang lebih 50 meter. Tidak jauh dari kampung Pasir Rengit, terdapat Curug Ngumpet. Tumpahan airnya cukup lebar dengan ketinggian sekitar 20 meter. Sedangkan Curug Seribu memiliki tinggi mencapai 200 meter, dan tumpahan curug cukup besar dan menyatu, sehingga dari jarak jauh sudah terasa percikan airnya yang dingin.