Gunung Ciremai termasuk ke dalam kawasan Taman
Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Gunung ini terletak berjauhan dari gunung tinggi lainnya.
Mempunyai ketinggian 3.078 mdpl, merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat. Secara administratif Gunung Ciremai termasuk
dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan
Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Gunung ini memiliki kawah ganda.
Kawah Barat yang beradius 400 m terpotong oleh Kawah Timur yang beradius 600 m.
Pada ketinggian sekitar 2.900 mdpl di lereng selatan terdapat bekas titik
letusan yang dinamakan Gowa Walet.
Jalur Pendakian Linggarjati
Untuk menuju puncak Ciremei terdapat 3 jalur yang
dapat ditempuh yakni jalur Majalengka, jalur Palutungan dan, jalur Linggarjati.
Jalur Linggarjati ( 650 mdpl) merupakan yang paling terjal dan terberat, namun
jalur ini merupakan jalur favorit yang dilalui pendaki.
Desa
Linggarjati terletak 14 km dari kota Kuningan. Dari pertigaan Linggarjati
berjalan kaki menuju Museum Naskah Linggarjati tempat bersejarah dimana
Bung Karno pernah menandatangani perjanjian Linggarjati dengan Belanda.
Sementara pos perizinan pendakian terletak tidak terlalu jauh dari museum
tersebut.
Sebelum memulai pendakian ada baiknya pendaki menyiapkan bekal
terutama air, karena susah sekali memperoleh air selama di perjalanan. Jalur
menuju puncak sangat jelas dan banyak tanda-tanda penunjuk jalan, sehingga
pendaki pemulapun akan mudah .
Dari pos
pendakian, perjalanan akan melintasi jalanan beraspal memasuki kawasan hutan
Pinus dan persawahan hingga Pos Mata Air Cibeunar (750 mdpl). Cibeunar
merupakan area camp yang cukup aman buat bermalam, karena terdapat sumber air
yang cukup melimpah, yang tidak akan ditemui lagi sepanjang perjalanan sampai
di puncak. Selepas Cibeunar perjalanan akan melewati perkebunan penduduk hingga
memasuki Leuweng Datar (1.200 mdpl). Dari Leuweng Datar pendaki akan melewati
pos sebagai tempat istirahat yakni Sigedang dan Pos Kondang Amis. Dua jam
kemudian pendaki akan sampai di Pos Kuburan Kuda (1.380 mdpl). Kuburan Kuda
merupakan tanah datar yang cukup luas dan cukup teduh sebagai tempat
perkemahan. Daerah ini dianggap keramat bagi masyarakat setempat. Setelah
Kuburan Kuda, pendaki akan melewati beberapa tempat keramat lagi seperti
Ceblokan, Pengalas. Jalanan akan membesar ketika melewati Tanjakan Bin-Bin dan
semakin menanjak lagi ketika melewati Tanjakan Seruni (1.750 mdpl). Jalur ini
adalah yang terberat dan melelahkan dibanding yang lainnya. Bahkan pendaki akan
menemui jalan setapak yang terputus dan setengah memanjat, dan memaksanya
berpegangan akar pepohonan untuk mencapai pos selanjutnya. Kemudian akan sampai
di Tanjakan Bapatere (1.950 mdpl) dengan jalur tetap menanjak nyaris tanpa
bonus sampai di Batu Lingga (2.250 mdpl). Waktu yang diperlukan adalah sekitar
1 jam lebih. Konon, batu ini pernah dijadikan tempat berkotbah wali songo
kepada para pengikutnya. Di dekat Batu Lingga terdapat sebuah in memoriam
pendaki. Menurut kisah pendaki itu tewas karena sesuatu kejadian yang aneh di
batulingga. Tepatnya, pada tahun 1999 dan dari ketiga pendaki, hanya seorang
yang selamat. Sedangkan dua lainnya tewas dengan mengeluarkan lendir dari
mulutnya. Menurut kepercayaan, blok batu lingga ini di jaga oleh dua makluk
halus bernama aki dan nini serentet buntet. Batu Lingga merupakan pos
peristirahatan yang berupa tanah datar dan terdapat sebuah batu berukuran
besar. Di tengah perjalanan pendaki akan menemui dua pos peristirahatan lagi
yakni Kiara Baton dan Sangga Buana. Selanjutnya pendaki baru akan memasuki
batas vegetasi, 2 jam berikutnya sampai di Pos Pangasinan (2.750 mdpl).
Pangasinan
merupakan pos terakhir. Menurut sejarah, pada masa pendudukan Jepang,
pengasinan merupakan tempat pembuangan tawanan perang. Mungkin karena itu pada
malam-malam tertentu, sering terdengar suara jeritan atau derap langkah kaki
para serdadu jepang. Dari daerah yang cukup terbuka ini, pendaki dapat
menyaksikan bibir kawah yang cukup menakjubkan. Diperlukan waktu satu jam
dengan melewati bebatuan cadas dan medan yang tetap menanjak, bahkan harus
setengah merayap, untuk sampai di puncak. Untuk menggapai puncak tertinggi
Gunung Ciremai (3.078 mdpl), pendaki lebih dahulu melewati
puncak tertinggi kedua – Sunan Mataram (3.058 mdpl) ditandai batu
trianggulasi. Dari Tranggulasi Sunan Mataram, untuk mencapai puncak tertinggi
Ciremai, pendaki harus mengelilingi kawah hingga bertemu dengan Trianggulasi
lagi yang sudah roboh yang biasa dinamai Sunan Cirebon, itulah puncak tertinggi
Gunung Ciremai
Jalur Pendakian Via
Apuy (Majalengka)
Jalur pendakian kedua selain
Linggarjati adalah apuy. Jalur apuy merupakan jalur terpendek menuju puncak Ciremai.
Penaki memulai langkahnya dengan menapaki jalur pendakian yang posisinya berada
di sebelah kiri. Jalur ini berupa jalan setapak yang kondisinya masih mendatar,
setelah melewati jembatan kayu barulah jalur pendakian mulai menanjak. Vegetasi
tumbuhan di sepanjang jalur Pos 1 menuju Pos 2 ini berupa semak belukar dan
pohon pinus. 45 menit berjalan kaki, tibalah pendaki di Pos 2 (Pos Arban). Di
Pos ini terdapat bangunan yang cukup luas yang dapat digunakan untuk berteduh
atau beristirahat, sayangnya kondisi di dalam bangunan tersebut kotor oleh
sampah yang mungkin ditinggalkan oleh para pendaki. Dari Pos 2 menuju Pos 3
pendaki mulai memasuki vegetasi hutan yang cukup rapat, terkadang jalan
terlihat jelas namun sesekali kabut yang terbawa angin cukup mengurangi jarak
pandang. 2-3 jam pendaki akan tiba di Pos III (Tegal Masawa). Jarak dari Pos II
menuju Pos III memang yang paling jauh diantara jarak antar pos. Selain itu,
jalan yg menanjak dan akar yang tak beraturan cukup membuat lelah para pendaki.
Jalur dari Pos III menuju Pos IV relatif sama dengan jalur dari Pos II ke Pos
III, yaitu hutan yang cukup rapat oleh pepohonan yang sebagian sudah di tutupi
lumut yang berwarna hijau. Setelah berjalan kaki sekitar 1 jam, pendaki akan tiba
di Pos IV (Tegal Jamuju). Di pos ini pendaki dapat beristirahat cukup lama
karena cukup teduh dan luas. Jalur dari Pos IV menuju Pos V kondisinya agak
sedikit terbuka dan tidak terlalu jauh, bahkan di beberapa tempat kita bisa
memandang ke arah puncak dan ke arah kaki gunung. Sekitar 30 menit berjalan
kaki pendaki akan tiba di Pos V (Sanghyang Rangkah). Pos ini adalah pos yang
paling luas dibandingkan dengan pos-pos lainnya, dan bisa dijadikan tempat
kemah para pendaki jika sudah merasa sangat lelah. Selepas Pos V jalur yang
dilewati mulai terbuka, tumbuhan yang mendominasi adalah semak belukar dan tidak
banyak terdapat pohon yang tinggi namun kita dapat menemukan banyak pohon yang
tidak berdaun dan sebagian berwarna kehitaman seperti bekas terbakar, selain
itu di jalur ini pun kita dapat menemukan pohon eidelwies. Kemudian diujung jalan pendaki akan menjumpai plang
pertemuan antara jalur Apuy dengan jalur Palutungan. Dari jalur ini pendaki
akan melewati jalur berupa bekas aliran lahar beku dengan kemiringan kurang
lebih 450, dan tak jauh dari
itu pendaki akan tiba di Pos VI (Goa Walet). Dari Pos VI, puncak Ciremai
semakin terlihat jelas, namun perlu waktu sekitar 45 menit untuk tiba di
puncak.
Jalur Pendakian Via
Palutungan (Kuningan)
Resort Cigugur adalah dimana pendaki harus
mendaftarkan diri untuk mendapatkan Simaksi (Surat Izin Masuk Kawasan
Konservasi) di Kantor Taman Nasional Gunung Ciremai. Rumah-rumah penduduk, suara sapi ternakan warga dan ladang-ladang di kaki
Gunung Ciremai, akan menjadi pemandangan pertama para pendaki hingga batas
vegetasi hutan. Sekitar satu jam perjalanan pendaki akan tiba di pos
pertama yang berada di batas vegetasi. Jalan menuju pos pertama dari kantor
Resort Cigugur cukup menanjak dan cukup panjang. Perjalanan dilanjutkan untuk
mencapai pos kedua yaitu Cigowong. Cigowong adalah pos terakhir yang memiliki
aliran air dikarenakan letaknya yang berada di lembahan. Pendakian Gunung
Ciremai menuntut manajemen air yang efisien, karena sulitnya mendapatkan sumber
air. Dari pos satu menuju pos Cigowong memakan waktu tempuh kira-kira dua jam
berjalan kaki. Medan perjalanan antar pos ini didominasi oleh jalan yang
menanjak, menuruni lembahan, dan kembali naik ke punggungan gunung. Kemudian
dari Pos Cigowong pendaki menuju Kuta yang berketinggian 1.575 mdpl dan cukup
ditempuh dengan waktu sekitar 30 menit-an. Perjalanan pendakian dilanjutkan
menuju Pos Pangguyangan Badak yang berada di ketinggian 1.800 mdpl dan
selanjutnya menuju Pos Arban. Di pos yang berada di ketinggian 2.050 mdpl ini
cukup untuk menampung sekitar 5-6 tenda. Pendaki dapat beristirahat sejenak
sebelum bersiap menaiki “tanjakan asoy”. Setelah tanjakan asoy, pendaki akan
tiba di Pos Pesanggrahan yang berada di ketinggian 2.200 mdpl, kemudian
perjalanan dilanjutkan menuju Pos Sanghyang Ropoh di ketinggian 2.650 mdpl. Jalur
pendakian didominasi oleh batuan yang licin dan rawan terpeleset. Jalur
pendakian juga cukup sempit dan merupakan bekas aliran lava Gunung Ciremai saat
masih aktif. Sekitar satu jam mendaki, tibalah pos sebelum Goa Walet yaitu
Simpang Apuy. Simpang Apuy merupakan
pertemuan dua jalur pendakian Gunung Ciremai yaitu jalur Palutungan di Kuningan
dan jalur Apuy di Majalengka.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar