}

Senin, 22 September 2014

Gunung Ciremai



Gunung Ciremai termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Gunung ini terletak berjauhan dari gunung tinggi lainnya. Mempunyai ketinggian 3.078 mdpl, merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat. Secara administratif Gunung Ciremai termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah Barat yang beradius 400 m terpotong oleh Kawah Timur yang beradius 600 m. Pada ketinggian sekitar 2.900 mdpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang dinamakan Gowa Walet.

Jalur Pendakian Linggarjati
Untuk menuju puncak Ciremei terdapat 3 jalur yang dapat ditempuh yakni jalur Majalengka, jalur Palutungan dan, jalur Linggarjati. Jalur Linggarjati ( 650 mdpl) merupakan yang paling terjal dan terberat, namun jalur ini merupakan jalur favorit yang dilalui pendaki.
Desa Linggarjati terletak 14 km dari kota Kuningan. Dari pertigaan Linggarjati berjalan kaki  menuju Museum Naskah Linggarjati tempat bersejarah dimana Bung Karno pernah menandatangani perjanjian Linggarjati dengan Belanda. Sementara pos perizinan pendakian terletak tidak terlalu jauh dari museum tersebut.
Sebelum memulai pendakian ada baiknya pendaki menyiapkan bekal terutama air, karena susah sekali memperoleh air selama di perjalanan. Jalur menuju puncak sangat jelas dan banyak tanda-tanda penunjuk jalan, sehingga pendaki pemulapun akan mudah .
Dari pos pendakian, perjalanan akan melintasi jalanan beraspal memasuki kawasan hutan Pinus dan persawahan hingga Pos Mata Air Cibeunar (750 mdpl). Cibeunar merupakan area camp yang cukup aman buat bermalam, karena terdapat sumber air yang cukup melimpah, yang tidak akan ditemui lagi sepanjang perjalanan sampai di puncak. Selepas Cibeunar perjalanan akan melewati perkebunan penduduk hingga memasuki Leuweng Datar (1.200 mdpl). Dari Leuweng Datar pendaki akan melewati pos sebagai tempat istirahat yakni Sigedang dan Pos Kondang Amis. Dua jam kemudian pendaki akan sampai di Pos Kuburan Kuda (1.380 mdpl). Kuburan Kuda merupakan tanah datar yang cukup luas dan cukup teduh sebagai tempat perkemahan. Daerah ini dianggap keramat bagi masyarakat setempat. Setelah Kuburan Kuda, pendaki akan melewati beberapa tempat keramat lagi seperti Ceblokan, Pengalas. Jalanan akan membesar ketika melewati Tanjakan Bin-Bin dan semakin menanjak lagi ketika melewati Tanjakan Seruni (1.750 mdpl). Jalur ini adalah yang terberat dan melelahkan dibanding yang lainnya. Bahkan pendaki akan menemui jalan setapak yang terputus dan setengah memanjat, dan memaksanya berpegangan akar pepohonan untuk mencapai pos selanjutnya. Kemudian akan sampai di Tanjakan Bapatere (1.950 mdpl) dengan jalur tetap menanjak nyaris tanpa bonus sampai di Batu Lingga (2.250 mdpl). Waktu yang diperlukan adalah sekitar 1 jam lebih. Konon, batu ini pernah dijadikan tempat berkotbah wali songo kepada para pengikutnya. Di dekat Batu Lingga terdapat sebuah in memoriam pendaki. Menurut kisah pendaki itu tewas karena sesuatu kejadian yang aneh di batulingga. Tepatnya, pada tahun 1999 dan dari ketiga pendaki, hanya seorang yang selamat. Sedangkan dua lainnya tewas dengan mengeluarkan lendir dari mulutnya. Menurut kepercayaan, blok batu lingga ini di jaga oleh dua makluk halus bernama aki dan nini serentet buntet. Batu Lingga merupakan pos peristirahatan yang berupa tanah datar dan terdapat sebuah batu berukuran besar. Di tengah perjalanan pendaki akan menemui dua pos peristirahatan lagi yakni Kiara Baton dan Sangga Buana. Selanjutnya pendaki baru akan memasuki batas vegetasi, 2 jam berikutnya sampai di  Pos Pangasinan (2.750 mdpl).
Pangasinan merupakan pos terakhir. Menurut sejarah, pada masa pendudukan Jepang, pengasinan merupakan tempat pembuangan tawanan perang. Mungkin karena itu pada malam-malam tertentu, sering terdengar suara jeritan atau derap langkah kaki para serdadu jepang. Dari daerah yang cukup terbuka ini, pendaki dapat menyaksikan bibir kawah yang cukup menakjubkan. Diperlukan waktu satu jam dengan melewati bebatuan cadas dan medan yang tetap menanjak, bahkan harus setengah merayap, untuk sampai di puncak. Untuk menggapai puncak tertinggi  Gunung Ciremai (3.078 mdpl), pendaki  lebih dahulu  melewati puncak tertinggi kedua  – Sunan Mataram (3.058 mdpl) ditandai batu trianggulasi. Dari Tranggulasi Sunan Mataram, untuk mencapai puncak tertinggi Ciremai, pendaki harus mengelilingi kawah hingga bertemu dengan Trianggulasi lagi yang sudah roboh yang biasa dinamai Sunan Cirebon, itulah puncak tertinggi Gunung Ciremai

Jalur Pendakian Via Apuy (Majalengka)
            Jalur pendakian kedua selain Linggarjati adalah apuy. Jalur apuy merupakan jalur terpendek menuju puncak Ciremai. Penaki memulai langkahnya dengan menapaki jalur pendakian yang posisinya berada di sebelah kiri. Jalur ini berupa jalan setapak yang kondisinya masih mendatar, setelah melewati jembatan kayu barulah jalur pendakian mulai menanjak. Vegetasi tumbuhan di sepanjang jalur Pos 1 menuju Pos 2 ini berupa semak belukar dan pohon pinus. 45 menit berjalan kaki, tibalah pendaki di Pos 2 (Pos Arban). Di Pos ini terdapat bangunan yang cukup luas yang dapat digunakan untuk berteduh atau beristirahat, sayangnya kondisi di dalam bangunan tersebut kotor oleh sampah yang mungkin ditinggalkan oleh para pendaki. Dari Pos 2 menuju Pos 3 pendaki mulai memasuki vegetasi hutan yang cukup rapat, terkadang jalan terlihat jelas namun sesekali kabut yang terbawa angin cukup mengurangi jarak pandang. 2-3 jam pendaki akan tiba di Pos III (Tegal Masawa). Jarak dari Pos II menuju Pos III memang yang paling jauh diantara jarak antar pos. Selain itu, jalan yg menanjak dan akar yang tak beraturan cukup membuat lelah para pendaki. Jalur dari Pos III menuju Pos IV relatif sama dengan jalur dari Pos II ke Pos III, yaitu hutan yang cukup rapat oleh pepohonan yang sebagian sudah di tutupi lumut yang berwarna hijau. Setelah berjalan kaki sekitar 1 jam, pendaki akan tiba di Pos IV (Tegal Jamuju). Di pos ini pendaki dapat beristirahat cukup lama karena cukup teduh dan luas. Jalur dari Pos IV menuju Pos V kondisinya agak sedikit terbuka dan tidak terlalu jauh, bahkan di beberapa tempat kita bisa memandang ke arah puncak dan ke arah kaki gunung. Sekitar 30 menit berjalan kaki pendaki akan tiba di Pos V (Sanghyang Rangkah). Pos ini adalah pos yang paling luas dibandingkan dengan pos-pos lainnya, dan bisa dijadikan tempat kemah para pendaki jika sudah merasa sangat lelah. Selepas Pos V jalur yang dilewati mulai terbuka, tumbuhan yang mendominasi adalah semak belukar dan tidak banyak terdapat pohon yang tinggi namun kita dapat menemukan banyak pohon yang tidak berdaun dan sebagian berwarna kehitaman seperti bekas terbakar, selain itu di jalur ini pun kita dapat menemukan pohon eidelwies. Kemudian diujung jalan pendaki akan menjumpai plang pertemuan antara jalur Apuy dengan jalur Palutungan. Dari jalur ini pendaki akan melewati jalur berupa bekas aliran lahar beku dengan kemiringan kurang lebih 450,  dan tak jauh dari itu pendaki akan tiba di Pos VI (Goa Walet). Dari Pos VI, puncak Ciremai semakin terlihat jelas, namun perlu waktu sekitar 45 menit untuk tiba di puncak.

Jalur Pendakian Via Palutungan (Kuningan)
Resort Cigugur adalah dimana pendaki harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan Simaksi (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi) di Kantor Taman Nasional Gunung Ciremai. Rumah-rumah penduduk, suara sapi ternakan warga dan ladang-ladang di kaki Gunung Ciremai, akan menjadi pemandangan pertama para pendaki hingga batas vegetasi hutan. Sekitar satu jam perjalanan pendaki akan tiba di pos pertama yang berada di batas vegetasi. Jalan menuju pos pertama dari kantor Resort Cigugur cukup menanjak dan cukup panjang. Perjalanan dilanjutkan untuk mencapai pos kedua yaitu Cigowong. Cigowong adalah pos terakhir yang memiliki aliran air dikarenakan letaknya yang berada di lembahan. Pendakian Gunung Ciremai menuntut manajemen air yang efisien, karena sulitnya mendapatkan sumber air. Dari pos satu menuju pos Cigowong memakan waktu tempuh kira-kira dua jam berjalan kaki. Medan perjalanan antar pos ini didominasi oleh jalan yang menanjak, menuruni lembahan, dan kembali naik ke punggungan gunung. Kemudian dari Pos Cigowong pendaki menuju Kuta yang berketinggian 1.575 mdpl dan cukup ditempuh dengan waktu sekitar 30 menit-an. Perjalanan pendakian dilanjutkan menuju Pos Pangguyangan Badak yang berada di ketinggian 1.800 mdpl dan selanjutnya menuju Pos Arban. Di pos yang berada di ketinggian 2.050 mdpl ini cukup untuk menampung sekitar 5-6 tenda. Pendaki dapat beristirahat sejenak sebelum bersiap menaiki “tanjakan asoy”. Setelah tanjakan asoy, pendaki akan tiba di Pos Pesanggrahan yang berada di ketinggian 2.200 mdpl, kemudian perjalanan dilanjutkan menuju Pos Sanghyang Ropoh di ketinggian 2.650 mdpl. Jalur pendakian didominasi oleh batuan yang licin dan rawan terpeleset. Jalur pendakian juga cukup sempit dan merupakan bekas aliran lava Gunung Ciremai saat masih aktif. Sekitar satu jam mendaki, tibalah pos sebelum Goa Walet yaitu Simpang Apuy. Simpang Apuy merupakan pertemuan dua jalur pendakian Gunung Ciremai yaitu jalur Palutungan di Kuningan dan jalur Apuy di Majalengka.




Tidak ada komentar :

Posting Komentar